Welcome to the Neo Area

Di blog ini, saya akan menampilkan artikel-artikel saya, buku harian saya, dan catatan-catatan tentang saya, disini saya juga akan mengisi berita-berita dan artikel tentang masalah, Ac Milan, Persebaya, Timnas Indonesia, dll. saya akan berusaha membuat blog ini kental akan sepak bola,,

Rabu, 13 Oktober 2010

500 Juta dan PSSI yang Zalim

Kemarin, saat kedatangan tim nasional Uruguay jadi pemberitaan di mana-mana, saya membaca pernyataan manajer Persibo Bojonegoro, Taufiq Risnendar. Dari sebuah situs sepakbola, saya membaca pernyataan Risnendar: "Hadiah yang menjadi hak kami belum diterima."

Persibo, kita tahu, berhasil menjadi juara Divisi Utama musim kompetisi 2009/2010. Di partai final, Persibo mengalahkan Deltras Sidoarjo dalam laga yang digelar di Stadion Manahan Solo. Partai itu berlangsung pada 29 Mei 2010 silam. Ini sudah Oktober dan Persibo sudah tampil dua kali dalam kompetisi Super League 2010/2011.

Kemarin, saat saya membaca pernyataan Taufikq Risnendar tentang PSSI yang ingkar, media massa sedang asyik-asyiknya memberitakan batalnya kedatangan Diego Forlan ke Jakarta. Tim nasional Uruguay memang punya prestasi hebat, tapi Forlan punya nilai khusus sehingga kedatangan Forlan ke Jakarta kabarnya masuk hitung-hitungan tersendiri. Ada match-fee khusus yang harus dibayarkan PSSI jika Forlan ingin hadir di Jakarta.

Anda tahu berapa hadiah juara yang menjadi hak Persibo? "Hanya" 500 juta.

Saya terpaksa menggunakan kata "hanya" karena saya memang hendak membandingkan dengan match-fee yang harus dikeluarkan PSSI untuk bisa mendatangkan tim nasional Uruguay. 500 juta memang "hanya", karena --seturut pernyataan Imam Arif selaku Ketua Badan Tim Nasional (BTN)-- angka yang harus dikeluarkan PSSI untuk mendatangkan tim nasional Uruguay mencapai 4 miliar.

Kemarin, masih di hari yang sama saat saya membaca pernyataan Taufiq Risnendar tentang PSSI yang ingkar, PSSI dan BTN diberitakan akan meninjau ulang match-fee yang akan dibayarkan kepada tim nasional Uruguay gara-gara Diego Forlan urung datang ke Jakarta. Perlu diketahui, dari 4 miliar match-fee itu, 20 ribu US dolar di antaranya sebagai match-fee untuk Diego Forlan.

Saya belum membaca berita terbaru apakah sudah dilakukan re-negosiasi mengenai match-fee yang harus dibayar PSSI dan BTN gara-gara batalnya Diego Forlan datang ke Jakarta. Saya tidak tahu harus berapa kali PSSI dan BTN bernegosiasi lagi mengenai match-fee. Yang saya tahu, Persibo tak pernah bernegosiasi mengenai jadwal turunnya hadiah juara yang menjadi hak mereka. Yang saya tahu, lagi-lagi dari pernyataan Taufiq Risnendar, Persibo sudah mengirim surat sampai lima kali ke PSSI untuk menanyakan soal uang hadiah juara Divisi Utama 2009/2010.

Kemarin, saat saya membaca pernyataan Taufikq Risnendar tentang PSSI yang ingkar, saya juga membaca berita tentang gagal tampilnya tiga pemain keturunan yang sedianya akan diturunkan dalam laga melawan tim nasional Uruguay. Tobias Waisapy, Johnny van Beukering dan Raphael Guillermo Eduardo Maitimo adalah beberapa calon pemain yang hendak dinaturalisasi oleh PSSI. 

FIFA memperingatkan PSSI bahwa jika tiga pemain yang belum menjadi WNI itu diturunkan, maka pertandingan dengan Uruguay tidak akan mendapatkan poin. Apa pun hasil pertandingan itu, tidak akan menambah poin tim nasional Indonesia dalam ranking FIFA. PSSI ternyata memilih tidak memakai tenaga tiga pemain keturunan itu.

Saya tidak tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendatangkan tiga pemain keturunan itu. Anda yang paham sila menghitung kalkukasinya, dari mulai tiket sampai akomodasi. Jika dikalkulasi dengan 20 ribu US dolar Amerika yang sedianya digelontorkan PSSI untuk mendatangkan Diego Forlan seorang, mungkin angkanya bisa mencapai setengah dari hadiah yang menjadi hak Persibo Bojonegoro.

Menyedihkan sekali, bukan? Tidak, kali ini bukan soal uang yang saya persoalkan, tapi kegagapan PSSI dan BTN dalam memahami peraturan FIFA mengenai laga internasional. Dengan biaya besar yang dikeluarkan untuk mendatangkan tim nasional Uruguay, kok ya masih muncul berita-berita tak enak hanya karena kegagapan PSSI dan BTN dalam memahami peraturan FIFA.

Ruwet, karut marut, tak pernah belajar, mungkin memang tak mau belajar.

Butuh kolom tersendiri untuk menelaah seberapa efektif ujicoba berharga 4 miliar ini bagi persiapan tim nasional Indonesia menghadapi Piala AFF Desember mendatang. Saya tak hendak membicarakan mengenai pokok persoalan satu itu. Saya hanya ingin menyoroti betapa laga berharga milyaran itu digelar di atas hutang 500 juta. Tidak perlu membawa kasus yang jauh jauh (hadiah juara bagi Arema yang sempat ditunggak berbulan-bulan juga, atau kasus ngemplangnya PSSI dari kewajiban membayar biaya akomodasi dan hotel beberapa tahun lalu), cukup dengan hutang 500 juta kepada Persibo kita bisa melihat ironi dari laga ujicoba miliaran rupiah ini.

Apes betul nasib Persibo. Sudahlah menggunakan miliaran dana APBD untuk mengarungi kompetisi Divisi Utama 2009/2010, hadiahnya "hanya" 500 juta, ealah... hadiah yang "cuma" segitu pun masih juga dikemplang. Saya harus mengatakan bahwa PSSI benar-benar zalim dalam kasus ini. Ya, zalim. 

Anda masih percaya bahwa sebuah rezim penuh kezaliman akan menghasilkan manfaat dan prestasi? Saya sih tidak.

Oya, di artikel ini saya berkali-kali mengaku "tidak tahu". Ya, saya memang tidak tahu, apalagi dalam urusan duit dan perputarannya di kantung PSSI. Seperti yang dikatakan Dedi Miing saat PSSI minta duit 1,5 triliun kepada DPR pada 4 Oktober lalu, "PSSI tidak pernah transparan soal keuangaan, dan laporan keuangannya pun tidak boleh diketahui oleh publik. Jika mereka punya masalah, selalu berlindung di balik statuta."

Nah, kali ini kata zalim tidak tepat dikatakan pada PSSI. Itu bukan tanda-tanda rezim yang zalim, tapi itu ciri-ciri rezim yang korup!

Di dapat dari beberapa sumber, tolong komentarnya rekk,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar