Welcome to the Neo Area

Di blog ini, saya akan menampilkan artikel-artikel saya, buku harian saya, dan catatan-catatan tentang saya, disini saya juga akan mengisi berita-berita dan artikel tentang masalah, Ac Milan, Persebaya, Timnas Indonesia, dll. saya akan berusaha membuat blog ini kental akan sepak bola,,

Selasa, 26 Oktober 2010

IPL Tanpa PSSI Sama Saja Bohong

Sejak tahun 1991 saat meraih emas SEA Games, prestasi sepakbola Indonesia seakan pudar (bahkan tenggelam). Maklum, sejak tahun itu pula, tak satu pun gelar diraih tim nasional di ajang internasional.

Jangankan bicara Asia, di kancah regional Asia Tenggara saja, Indonesia yang saat itu masih sejajar dengan Thailand, kini malah makin tergerus dengan negara-negara yang baru berkembang dengan tingkat populasi penduduk yang tidak lebih dari 100 juta orang seperti Singapura, Vietnam bahkan Laos.

Bahkan baru-baru ini, timnas U-16 saja, sudah mulai tersingkirkan oleh kekuatan baru yakni Timor Leste, yang sebelumnya adalah sebuah provinsi dari NKRI. Dan bukti pun kian jelas, jika pada tahun 1991 lalu Indonesia masih bertengger di rangking 80-an FIFA, kini terjun bebas di ranking 141 dari 203 negara di dunia (rilis FIFA per 20 Oktober 2010).

Sedangkan bicara tentang sistem kompetisi nasional, baik ISL, divisi utama, divisi satu, maupun level kompetisi di bawahnya, semuanya terkesan hanya meriah dan gegap gempita di media.

Misalnya ISL, kompetisi yang paling dibangga-banggakan rezim Nurdin Halid yang katanya mendapat pengakuan kompetisi terbaik urutan kedelapan di Asia oleh AFC (Federasi Sepakbola Asia), dengan menghambur-hamburkan duit ratusan miliar, faktanya tak satupun juara ISL sebagai wakil Indonesia bisa berbicara banyak di kancah Asian Champions League meski juga diperkuat pemain asing dengan nilai kontrak rata-rata Rp 1 miliar per musim.

Sedangkan kejadian paling lucu, pertandingan Persik Kediri vs Persebaya pada musim 2009-2010 lalu, harus diulang pasca kompetisi usai satu setengah bulan. Itupun, lokasi pertandingan sempat berpindah-pindah dari Kediri ke Jogjakarta kemudian Palembang.

Akibatnya, kini muncul sebuah pergerakan dengan tujuan merevolusi PSSI. Disponsori Arifin Panigoro, konglomerat nasional yang bergerak di dunia migas, AP--panggilan Arifin Panigoro--menggagas bergulirnya Indonesia Super League (IPL) sebagai tandingan Indonesia Super League (ISL).

Maklum, hal ini akibat kokohnya tembok rezim Nurdin Halid yang sepertinya tidak tahu malu untuk mundur dari jabatan ketua umum PSSI. Bahkan, pergerakan Nurdin pun bukannya melemah, malah semakin dinamis dan agresif.

Program naturalisasi adalah salah satunya. Dengan menaturalisasi lima pemain keturunan dari Belanda, Jerman dan Uruguay, Nurdin berharap prestasi timnas bisa terdongkrak, minimal di tingkat Asia Tenggara. Khususnya di ajang Piala AFF, Desember nanti.

Tidak itu saja, Nurdin pun juga berani mematok target meraih medali emas di SEA Games 2011 nanti di Jakarta-Palembang dimana kemungkinan semua pemainnya akan dihuni tim Sociedad Anonima Deportiva (SAD) yang sedang berguru di Uruguay (U-19).

Jika proyek SEA Games gagal, baru Nurdin mengaku gagal dan mundur dari jabatannya. Dan yang paling mencengangkan, PSSI malah berani mengajukan anggaran APBN yang super fantastis ke DPR RI sebesar Rp 1,4 Triliun.

Lho, apa pantas tidak ada prestasi kok minta duit segitu? Nah, karena itu pula. Kubu Arifin Panigoro 'ngebet' IPL harus segera digelar, baik dengan ataupun tidak direstui PSSI. Tapi inilah lucunya PSSI. Bukannya mendukung gagasan IPL, malah menyebut IPL Liga Tarkam. Sebab, PSSI beranggapan IPL adalah bentuk perlawanan.

Bisa jadi, karena IPL digagas AP dan sejumlah petinggi klub ISL maupun Divisi Utama yang selama ini dikenal kritis terhadap kepemimpinan Nurdin Halid di PSSI. Penggagas IPL selama ini menghendaki perubahan dan reformasi di PSSI, terutama format kepemimpinannya.

Apalagi secara konsep, IPL dirasa cukup modern dari segi bisnis. Selain itu, kucuran dana yang lumayan cukup besar, juga diyakini akan bisa membantu keuangan klub-klub yang saat ini mulai menjerit meski masih menggunakan APBD daerah masing-masing.

Sebab dalam operasionalnya penyelenggara akan memberikan subsidi kepada klub pesertanya. Di sisi lain, ISL justru mengharuskan klub mendanai sendiri anggaran operasional klubnya. Tak hanya itu, selama ditangan Nurdin, gambaran kompetisi ISL yang ramai terpampang adalah anarkisme penonton, tudingan suap kepada wasit, tak adanya kepastian regulasi dan lainnya.

Nah, itulah sebabnya IPL menjadi salah satu bentuk perjuangan revolusi PSSI. Tapi sayang, selama IPL tanpa pengakuan PSSI, sama saja bohong. Sebab, tidak ada muara yang jelas dari kompetisi ini.

Pertama, tidak ada aturan FIFA yang menyebutkan ada kompetisi di luar jalur organisasi resmi di bawah lembaga sepak bola negaranya bisa digulirkan.

Kedua, soal legalitas. Semua wasit baik lokal maupun asing (kalau benar menggunakan wasit asing), tidak akan bisa memimpin pertandingan IPL, tanpa seijin PSSI. Begitu juga dengan Pengawas pertandingan.

Lalu tentang status pemain, kalau IPL tidak diakui PSSI, kepada siapa pemain akan mengadu jika memiliki masalah hukum yang sesuai rule of the game dari FIFA? Karena, yang tidak terdaftar dalam induk organisasi negara tersebut, tidak punya hak mengadu kepada FIFA. [kun]

intinya IPL masih gak jelas .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar